Jumat, 29 Juli 2016

MANFAAT DAN KONSEKUENSI DALAM AMNESTI PAJAK

Menghadapi Kondisi Global yang tidak menentu sangat berdampak bagi Indonesia diantaranya:
1. Perlambatan ekonomi
2. Defisit neraca perdagangan
3. Defisit anggaran yang makin membesar
4. Penurunan laju pertumbuhan sektor industri (manufaktur)
sehingga pengangguran, kemiskinan, dan kesenjangan makin meningkat.
Oleh karena itu pemerintah sudah sepatutnya mencari sumber pertumbuhan ekonomi baru yaitu mencari sumber investasi dari luar negeri agar mau menginvestasikan di Indonesia karena peluang investasi di Indonesia masih terbuka lebar. Salah satu caranya dengan REPATRIASI dan kemudian terbitlah Undang-undang mengenai Amnesti Pajak.
Dalam pelaksanaan Amnesti Pajak, para Wajib Pajak perlu mencermati manfaat dan konsekuensinya. Berikut penulis mencoba membagikan manfaat dan konsekuensi atas Amnesti Pajak bagi para Sobat Laskar Pemimpi.

MANFAAT AMNESTI PAJAK
  1. Paling lambat mulai 2018, akan diberlakukan Automatic Exchange of Information serta Revisi UU perbankan untuk keterbukaan data bagi perpajakan sehingga Wajib Pajak tidak bisa lagi menyembunyikan Harta/Assetnya (di manapun) dari otoritas pajak. Dengan membayar uang tebusan sesuai UU Amnesti Pajak secara otomatis diharapkan WP melaporkan semua hartanya darimanapun asalnya dan diampuni semua kesalahannya sehingga mulai Tahun 2016 sudah tidak ada lagi harta yang tidak dilaporkan dan WP dapat melakukan usahanya dengan tenang.
  2. Wajib Pajak tidak dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan, atas kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir (akhir tahun pajak 2015)
  3. Dalam hal Wajib Pajak sedang dilakukan pemeriksaan pajak, pemeriksaan bukti permulaan, dan penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan atas kewajiban perpajakan, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir (akhir tahun pajak 2015) maka pemeriksaan tersebut akan dihentikan.
  4. Penghapusan pajak terutang yang belum diterbitkan ketetapan pajak, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan, dan tidak dikenai sanksi pidana di bidang perpajakan, untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir.
  5. Penghapusan sanksi administrasi perpajakan berupa bunga, atau denda, untuk kewajiban perpajakan dalam masa pajak, bagian Tahun Pajak, dan Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir
KONSEKUENSI BAGI WP YANG MENGIKUTI AMNESTI PAJAK
  1. Wajib Pajak yang melakukan REPATRIASI (menyatakan mengalihkan dan menginvestasikan Harta berupa dana dari Luar Negeri ke wilayah NKRI) maka harus diinvestasikan oleh Wajib Pajak di dalam wilayah NKRI paling singkat 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal dialihkannya dana tersebut ke Rekening Khusus melalui Bank Persepsi yang ditunjuk oleh Menteri sebagai Gateway dalam rangka Pengampunan Pajak.
  2. WP tidak berhak mengkompensasikan kerugian fiskal dalam surat pemberitahuan untuk bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir, ke bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak berikutnya
  3. WP tidak berhak mengkompensasikan kelebihan pembayaran pajak dalam SPT Masa PPh/PPN/PPnBM untuk masa pajak pada akhir Tahun Pajak Terakhir, ke masa pajak berikutnya
  4. WP tidak berhak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dalam SPT Masa PPh/PPN/PPnBM untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir (akhir tahun 2015)
  5. WP tidak berhak melakukan pembetulan surat pemberitahuan atas jenis pajak PPh/PPN/PPnBM untuk masa pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, sampai dengan akhir Tahun Pajak Terakhir, setelah Undang-Undang ini diundangkan.
  6. Sebelum mengikuti amnesti pajak, WP harus melunasi pokok pajak dalam SKP atau STP yang didalamnya terdapat pokok pajak terutang. 
  7. Apabila di kemudian hari ditemukan adanya data dan/atau informasi mengenai Harta yang belum atau kurang diungkapkan dalam Surat Pernyataan, atas Harta dimaksud dianggap sebagai tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak pada saat ditemukannya data dan/atau informasi mengenai Harta dimaksud dan dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan dan ditambah dengan sanksi administrasi perpajakan berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar
Demikianlah yang penulis dapat sampaikan mengenai manfaat dan konsekuensi bagi Wajib Pajak yang mengikuti Amnesti Pajak.

Salam Mimpi-ers.

Rabu, 27 Juli 2016

AMNESTI PAJAK (UNGKAP, TEBUS, LEGA)

 
Amnesti pajak adalah program pengampunan yang diberikan oleh Pemerintah kepada Wajib Pajak meliputi penghapusan pajak terutang, penghapusan sanksi administrasi perpajakan, serta penghapusan sanksi pidana di bidang perpajakan atas harta yang diperoleh pada tahun 2015 dan sebelumnya yang belum dilaporkan dalam SPT, dengan cara melunasi seluruh tunggakan pajak yang dimiliki dan membayar uang tebusan.


Yang dapat memanfaatkan kebijakan amnesti pajak adalah:
  1. Wajib Pajak Orang Pribadi
  2. Wajib Pajak Badan
  3. Wajib Pajak yang bergerak di bidang Usaha Mikro Kecil dan Menengan (UMKM)
  4. Orang Pribadi atau Badan yang belum menjadi Wajib Pajak
Penanda tangan di Surat Pernyataan:
  1. Wajib Pajak orang pribadi;
  2. pemimpin tertinggi berdasarkan akta pendirian badan atau dokumen lain yang dipersamakan, bagi Wajib Pajak badan; atau
  3. penerima kuasa, dalam hal pemimpin tertinggi sebagaimana dimaksud pada huruf b berhalangan.
Persyaratan Wajib Pajak yang dapat memanfaatkan Amnesti Pajak:
  1. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;
  2. membayar Uang Tebusan;
  3. melunasi seluruh Tunggakan Pajak;
  4. melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar atau melunasi pajak yang seharusnya tidak dikembalikan bagi Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan dan/atau penyidikan;
  5. menyampaikan SPT PPh Terakhir bagi Wajib Pajak yang telah memiliki kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan; dan
  6. mencabut permohonan:
    • pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
    • pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi dalam Surat Ketetapan Pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak yang di dalamnya terdapat pokok pajak yang terutang;
    • pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar;
    • keberatan;
    • pembetulan atas surat ketetapan pajak dan surat keputusan;
    • banding;
    • gugatan; dan/atau
    • peninjauan kembali, dalam hal Wajib Pajak sedang mengajukan permohonan dan belum diterbitkan surat keputusan atau putusan.
Amnesti Pajak berlaku sejak disahkan hingga 31 Maret 2017, dan terbagi kedalam 3 (tiga) periode, yaitu:
  1. Periode I: Dari tanggal diundangkan s.d 30 September 2016
  2. Periode II: Dari tanggal 1 Oktober 2016 s.d 31 Desember 2016
  3. Periode III: Dari tanggal 1 Januari 2017 s.d 31 Maret 2017
 Selamat Mengikuti AMNESTI PAJAK...UNGKAP, TEBUS, LEGA

Kamis, 23 Juni 2016

PENTINGNYA TAX PLANNING DAN STRATEGI YANG DILAKUKAN


Beberapa alasan yang mendasari pemberlakuan perencanaan pajak adalah:
1. Kerumitan Peraturan Per UU Perpajakan
Peraturan per UU Perpajakan yang semakin rumit meningkatkan biaya untuk mematuhinya (compliance cost), sehingga suatu perencanaan (antara lain dengan merekrut tenaga ahli) diperlukan untuk mendapatkan biaya murah.
2. Pajak Terutang Semakin Besar Jumlahnya
Jumlah pajak terutang yang semakin besar akibat kekeliruan dan kesalahan penghitungan, perhitungan, penyetoran, dan pelaporan pajak dapat dihindari.
3. Biaya Negosiasi yang Tinggi
WP kadang-kadang perlu bernegosiasi untuk mengurangi jumlah pajak terutang akibat beberapa kekeliruan. Biaya negosiasi ini umumnya relatif tinggi, sehingga tax litigation (penyelesaian perselisihan perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku, antara lain dengan mengajukan keberatan, banding, dan peninjauan kembali) perlu dilakukan.
4. Risiko Pembinaan Otoritas Pajak
Perencanaan pajak diperlukan agar pelaksanaan kewajiban pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga tidak mengundang pemeriksaan dari otoritas pajak. Upaya yang dapat dilaksanakan antara lain adalah penelitian pajak/tax research.
5. Sanksi Perpajakan dan Moral Hazard
Perencanaan pajak diperlukan untuk menghindari sanksi pajak yang berisiko berat dari segi material dan moral, dengan cara memahami peraturan perpajakan yang berlaku secara bulat dan utuh, dan menghindari salah tafsir.

Strategi Umum dalam Tax Planning
a. Tax Saving
Tax saving merupakan pengefisienan melalui pemilihan pajak alternatif dengan tarif yang lebih rendah; misalnya dengan mengubah imbalan natura bagi karyawan yang tidak boleh dimasukkan ke dalam tunjangan sebagai objek PPh pasal 21.
Contoh: perusahaan yang memiliki penghasilan kena pajak lebih dari Rp. 100 juta dapat mengubah pemberian natura menjadi tunjangan dalam bentuk uang. Penghematan pajak atas perubahan ini berkisar antara 5-25% untuk penghasilan sampai dengan Rp. 200 juta.
b. Penghindaran Pajak
Penghindaran pajak merupakan pengefisienan melalui transaksi yang bukan objek pajak; misalnya perusahaan yang masih mengalami kerugian dapat mengubah tunjangan dalam bentuk uang menjadi pemberian natura yang bukan merupakan objek pajak PPh pasal 21, sehingga dapat menghemat pajak 5-35%. Contoh lain: tidak membeli bahan bakar minyak (BBM) premium, diganti dengan batubara yang diambil dari sumbernya (bebas pajak pertambahan nilai/PPN) dan tidak terkena PPh pasal 22.
c. Penghindaran Pelanggaran terhadap Peraturan Perpajakan yang Berlaku
Dengan menguasai peraturan yang berlaku, perusahaan dapat menghindari sanksi, yaitu:
1) Sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan.
2) Sanksi pidana, berupa pidana atau kurungan.
d. Penundaan Pembayaran Kewajiban Pajak
Menunda kewajiban dapat dilakukan dengan menunda pembayaran PPN; misalnya menunda penerbitan faktur pajak keluaran sampai dengan batas waktu yang diperkenankan, khususnya untuk penjualan kredit. Contoh: penjual dapat menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan barang.
e. Pengoptimalan Kredit Pajak yang Diperkenankan
WP tidak mendapat informasi pembayaran pajak yang dapat dikreditkan. Sebetulnya pembayaran tersebut merupakan pajak yang dibayar di muka; misalnya kredit pembelian solar dan/atau impor dan fiskal luar negeri atas perjalanan dinas pegawai. Dalam hal kredit PPN (pajak masukan), PKP cukup menggunakan dokumen lain yang dipersamakakan dengan faktur pajak, seperti tanda pembayaran listrik atau telpon
f. Penghindaran Lebih Bayar Akibat Salah Tulis dan Salah Hitung
Lebih bayar akibat salah tulis dan salah hitung akan mengakibatkan risiko pemeriksaan pajak dan berdampak kepada penyisihan waktu kantor untuk melayani pemeriksa pajak.
g. Penghindaran Pelanggaran terhadap Peraturan Perpajakan
Pelanggaran terhadap peraturan perpajakan dapat dihindari dengan cara menguasai peraturan yang berlaku.

1 JULI 2016 PEMBAYARAN PAJAK HARUS DENGAN E-BILLING

Efektif mulai tanggal 1 Juli 2016 Wajib Pajak harus bayar pajak dengan Billing System atau lebih populer dengan istilah e-Billing. Sebenarnya apa itu E-Billing??
E-Billing e-Billing pajak menurut Direktorat Jenderal Pajak (DJP) adalah sistem pembayaran pajak elektronik dengan cara pembuatan kode billing atau ID billing terlebih dahulu. Kini E-Billing pajak telah menerapkan sistem MPN G2 (Modul Penerimaan Negara Generasi Kedua) dan tidak menutup sistem MPN G1 (Modul Penerimaan Negara Generasi Pertama) sejak tanggal 1 Juli 2016.
Melalui E-Billing, pembayaran pajak dilakukan secara elektronik dengan menggunakan Kode Billing, berupa 15 digit kode angka, yang diterbitkan melalui sistem billing pajak. Per 1 Juli 2016 seluruh bank dan pos persepsi akan menerapkan sistem pembayaran pajak secara elektronik melalui modul penerimaan negara generasi kedua (MPN-G2).

Manfaat penggunaan E-Billing yaitu
  1. Buat ID billing dan bayar pajak dari mana, kapan saja. e-Billing mempermudah wajib pajak untuk melakukan pembayaran dari mana saja, kapan saja. 
  2. Menghindari kesalahan pencatatan transaksi. e-Billing dapat meminimalisir kesalahan pencatatan transaksi yang biasa dilakukan secara manual. 
  3. Transaksi real-time. Data transaksi Anda langsung terekam di sistem DJP.
Sebagaimana cara pemesanan online tiket pesawat, kereta, dan hotel, pembayaran pajak secara elektronik juga terdiri dari 2 (dua) tahapan yang harus dilalui untuk melakukan pembayaran pajak dengan e-Billing, yaitu
(1) Pembuatan Kode Billing dan
(2) Pembayaran Kode Biliing yang telah dibuat.

Untuk membuat Kode Billing, Wajib Pajak dapat melakukannya melalui kanal-kanal pembuatan Kode Billing:
1. petugas bank (Teller/CS) dengan membawa SSP
2. Kring Pajak (1500200) khusus untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
3. *141*500# (SMS ID Billing Telkomsel)
4. https://billing-djp.intranet.pajak.go.id (Aplikasi Layanan Elektronik Mandiri di
    KPP/KP2KP)
5. https://sse.pajak.go.id
6. https://sse2.pajak.go.id
7. Internet Banking corporate dan personal (BRI), dan Internet Banking corporate (BNI,
    Mandiri, BCA, dll)
8. Application Service Provider (www.online-pajak.com)

Setelah Kode Billing dibuat, Kode Billing tersebut dapat dibayar dengan cara:
1. Teller Bank/Pos Persepsi
2. ATM
3. Mini ATM (EDC BNI, BRI, Mandiri, khusus untuk pembayaran pajak yang tersedia di
    KPP/KP2KP)
4. Internet Banking
6. Mobile Banking

Dengan adanya sistem E-Billing ini diharapkan dapat memudahkan para Wajib Pajak dalam melaksanakan pembayaran pajak karena bisa dilakukan kapan pun 1 x 24 jam tidak perlu khawatir lagi terlambat setor.